Tim peneliti dari Universitas Indonesia yang
dipimpin oleh Dr. Ali Akbar menemukan sebuah situs purbakala di selatan
Kota Bojonegoro, tepatnya di Kecamatan Ngasem, di seputar Kayangan Api
pada bulan Desember lalu.
Tim yang terdiri dari lima orang ini
diminta Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, untuk melakukan
penelitian arkeologi di Kayangan Api. "Ada dugaan objek wisata api abadi
ini sudah diketahui sejak zaman dahulu kala," kata Ali menjelaskan
latar belakang penelitian.
Sebelum memulai penggalian, tim
melakukan wawancara dengan juru kunci Kayangan Api untuk memperoleh
gambaran awal mengenai lokasi penelitian sekaligus mengetahui tradisi
lisan yang berkembang di masyarakat setempat. "Pada dasarnya, tradisi
lisan yang dipilah secara kritis dapat menjadi acuan dalam melakukan
penelitian arkeologi," tulis Ali dalam laporannya.
Berdasarkan
penelitian, yang sejauh ini telah membuka situs sepanjang 10 meter,
dapat diambil beberapa kesimpulan sementara sebagai berikut. Bangunan
yang terdapat di sebelah timur api abadi kemungkinan mencapai ukuran 40 x
40 meter.
Ketinggian bangunan ini belum diketahui karena di
kedalaman 50 sentimeter masih terdapat lapisan-lapisan bata, tetapi air
sudah menggenangi permukaan kotak gali. Tinggi bangunan belum dapat
diketahui, namun diperkirakan dahulu terdapat badan dan atap bangunan.
Bahan bangunan yaitu batu karang berdasarkan peta geologi Lembar
Bojonegoro terdapat di situs ini.
Masyarakat yang bermukim di
situs ini diduga merupakan kelompok petapa atau resi, yang menyepi untuk
lebih mendekatkan diri kepada Sang Kuasa. Titik utama pemujaan terkait
dengan api abadi. Di dalam mitologi Hindu dikenal Dewa Agni (dewa api)
yang berada di sebelah tenggara mata angin. Konsep keagamaan seperti ini
relatif jarang ditemui di Pulau Jawa.
Situs ini tampaknya
dipergunakan oleh masyarakat sekitar akhir masa Majapahit atau sekitar
tahun 1400–1500. Bentuk dan ukuran batu bata serta temuan pecahan
gerabah memperkuat dugaan tersebut.
Akan tetapi, konsep pemujaan terhadap kekuatan alam seperti gunung,
laut, dan api terlah terdapat sejak masa prasejarah. Dengan demikian,
tidak tertutup kemungkinan situs ini berusia jauh lebih tua lagi.
Di
sekitar bangunan yang telah berhasil digali terdapat beberapa lokasi
yang diduga dahulu merupakan bangunan. Orientasi bangunan-bangunan
tersebut diduga mengarah ke api abadi. Dengan demikian situs Kayangan
Api terdiri atas beberapa bangunan yang tergabung dalam sebuah kompleks.
Penelitan
belum sampai kepada rekonstruksi, dan diperlukan proses bertahap untuk
menuju ke sana. Namun Ali menuturkan, "Dari kacamata ahli purbakala ini
sudahlah suatu penemuan yang besar. Langkah selanjutnya adalah survei
permukaan sekaligus melakukan orientasi dan perekaman data menggunakan
kompas, meteran, dan GPS. Lokasi yang disurvei berada dalam radius 200
meter dari api abadi. Kemudian, para peneliti mulai menggali ke arah
tenggara."
Warga sekitar cukup terkejut dengan penemuan ini.
"Selama ini mereka hanya menarik sejarah sampai Majapahit saja, bahkan
ada masyarakat di Bojonegoro yang sampai sekarang merasa diri keturunan
Majapahit," cerita Ali.
Kayangan api merupakan objek wisata
andalan di Bojonegoro. Api abadi memiliki lebar 4 meter dan selalu
menyala. Api bersumber dari kandungan minyak bumi Cepu. "Meskipun secara
batasan administratif Bojonegoro tak termasuk dalam blok Cepu di
wilayah Blora-Jawa Tengah, tetapi secara peta geologi, ya. Karena berada
di bawah tanah, minyak (dapat) melebar hingga ke Bojonegoro," jelasnya.
Cerita
legenda setempat pun menyebut, bahwa di mana pun ada api abadi, di
situlah ada tempat pembuatan keris. Namun Ali menepisnya, "Legenda
semacam itu terlalu susah dibuktikan."
Penelitian Universitas
Indonesia ini melibatkan masyarakat dengan tujuan agar masyarakat secara
sadar turut menjaga serta merawat situs yang ditemukan.
(Sumber Nasional Geografik)
Posting Komentar